Sabtu, 05 Desember 2015

Samsung Keluhkan Galaxy S6 di Produksi diindonesia


Samsung Keluhkan Galaxy S6 di Produksi diindonesia. Demi mengantisipasi rencana aturan pemerintah soal penetapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk ponsel 4G LTE, Samsung Electronics telah mulai membuat ponsel di pabriknya yang berlokasi di kawasan industri Cikarang, Jawa Barat.

"Di pabrik itu Samsung membuat handphone mengikuti kebijakan pemerintah. Pasar lokal di masa depan pasti lebih besar dari saat ini, makanya kami siapkan dasarnya semenjak sekarang," ujar Vice President Corporate Business and Corporate Affairs Samsung Indonesia Lee Kanghyun dalam sesi wawancara usai peluncuran Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge di Jakarta, Kamis (29/4/2015).

Soal pemenuhan aturan TKDN, Lee mengatakan pihaknya bisa memenuhi angka kandungan lokal di produk-produk ponsel sebesar 20 persen, terhitung mulai Mei 2015 mendatang. Angka itu diharapkan akan naik menjadi 30 persen pada 2017, yang disebutnya sesuai dengan rencana aturan pemerintah. Ini menurutnya karena proses produksi ponsel di Indonesia terbilang masih sulit.

"Kenapa kami ajukan 20 persen dulu? Soalnya di Indonesia penyokong industri untuk produksi mobile hampir tidak ada," kata Lee sambil menambahkan bahwa pembuatan ponsel di pabrik Samsung di Indonesia masih bersifat sebatas perakitan alias Semi Knock-Down (SKD).

Dia melanjutkan bahwa selama ini ada kesalahan anggapan bahwa TKDN yang akan ditetapkan pemerintah adalah sebesar 40 persen. Padahal, ujar dia, kandungan komponen lokal yang akan disyaratkan sebenarnya adalah 30 persen.

"Soal kandungan 30 persen pada 2017 itu nanti dicocokkan lagi, sesuai dengan situasi pasar dan penetapan cara pembobotannya," lanjut Lee.

Pihak pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan dalam waktu dekat akan mengajukan uji publik untuk draft regulasi TKDN. Dalam draft tersebut memang tercantum ketentuan tingkat kandungan lokal sebesar 30 persen untuk ponsel yang dikategotrikan sebagai perangkat Subscriber Station (SS).

Sementara, komponen-komponen yang diperlukan untuk produksi ponsel di Indonesia masih harus diimpor. Lantaran itu Lee mengatakan pembuatan Hp Samsung di Indonesia menelan biaya lebih besar ketimbang melakukan impor langsung. Ponsel hasil produksi pabrik Samsung di Indonesia pun ditujukan untuk pasar lokal saja, bukan untuk keperluan ekspor.

Hal ini menurut dia berbeda dengan aneka alat elektonik lain semacam TV dan set top box yang diproduksi di pabrik yang sama. Sebagian besar perangkat-perangkat itu justru ditujukan untuk pasar ekspor. "Nilai ekspornya bisa mencapai 1 miliar dollar AS," kata dia.

Ponsel Samsung yang dibuat di Indonesia antara lain adalah dua andalan baru dari pabrikan asal Korea Selatan itu, yakni Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge. Di luar kedua model tersebut, Lee menyebutkan bahwa model-model ponsel 4G LTE lain dari Samsung bakal turut dibuat di Indonesia. 

Senin, 30 November 2015

Thailand Ikut Meramaikan Pasar Semen Indonesia


Siam Cement Group (SCG), salah satu perusahaan privat yang bergerak di industri semen, terbesar di Thailand, mulai mengepakkan sayap bisnisnya di Indonesia.

Vice President – Regional Business SCG, Aree Chavalitcheewingul mengatakan, SCG membangun satu pabrik semen di Sukabumi, Jawa Barat dengan kapasitas produksi mencapai 1,8 juta ton per tahun.

Pabrik yang dibangun sejak tahun 2013 itu pada September lalu sudah masuk tahap commissioning.

"Kami berharap mungkin bulan depan (November) sudah bisa commercial. Kapasitas pabrik 1,8 juta ton per tahun, atau sekitar 5.000 ton per hari," kata Aree saat berbincang dengan wartawan, di SCG Experience, Bangkok, Thailand, Kamis (29/10/2015).

Untuk membangun pabrik ini, Aree mengatakan SCG merogoh kocek sekitar 365 juta dollar AS, atau sekitar Rp 4,9 triliun (kurs 13.500).

Dia bilang, hampir 100 persen sumber daya manusia yang bekerja di pabrik semen ini adalah masyarakat lokal. Saat ini, beberapa karyawan pabrik juga dilatih di Thailand, untuk transfer teknologi.

"Sebenarnya, ketika kita mulai investasi di Asia, di manapun negaranya, satu hal yang paling penting adalah membangun manusia," kata Aree lagi.

Aree mengatakan, dari ketiga lini busnis yang dimiliki, divisi cement and building material merupakan yang terbesar dari segi investasi. Diikuti selanjutnya oleh divisi packaging, dan terakhir divisi chemical.

Aree berharap, setelah dirilis, penjualan Semen Jawa - yang diproduksi di Sukabumi - akan maksimal sesuai kapasitas pabrik yakni 1,8 juta ton per tahun.

Optimisme tersebut lantaran kualitas Semen Jawa sudah diujicoba. "Kami telah mengetes, kualitasnya bagus. Dan bahkan kalau Anda membandingkan dengan Holcim dan Tiga Roda, kualitas semen kami lebih unggul," kata Aree.

Aree menambahkan, selain semen, SCG juga telah menjual produk beton hasil akuisisi Jaya Mix. SCG juga tengah mengembangkan kerjasama pabrik gypsum dengan menggandeng mitra lokal, Wings Group, dengan komposisi kepemilikan 50:50. 

Investasi perusahaan di ASEAN nampaknya menjadi strategic SCG untuk menjadi pionir di bisnis semen.

Terbukti, tak hanya melakukan ekspansi di Indonesia, SCG juga sedang dalam tahap produksi ke-2 pabrik di Kamboja, dan tengah membangun pabrik semen di Myanmar dan Laos.

Pabrik semen di Myanmar dan Laos akan mulai beroperasi masing-masing di tahun 2016 dan 2017. Pada kuartal-III 2015, SCG membukukan pendapatan penjualan sebesar Rp 43,455 milyar (3,146 juta dollar AS).

Angka ini turun 11 persen y-o-y dan turun 3 persen q-o-q, akibat turunnya harga produk kimia yang dipengaruhi oleh turunnya harga minyak mentah.

Sementara, keuntungan perusahaan tercatat sebesar Rp 3,527 triliun (255 juta dollar AS), naik 15 persen y-o-y dari marjin keuntungan produk kimia yang terus naik walau terdapat kerugian stok (stock loss) sebesar Rp 846 milyar (61 juta dollar AS).

SCG juga berniat meningkatkan investasi R&D menjadi Rp 2,619 triliun (198,673 juta dollar AS) di tahun 2016 dan Rp 3,245 triliun (246,118 juta dollar AS) di tahun 2017.